Kejadian yang terjadi 4 hari lalu dimana seorang wanita yang tinggal didusun La ala, Desa Loki Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang berjuang untuk melahirkan anaknya di RS Siloam harus menanggung duka bersama sang suami karna bayi dari pasangan suami istri Kasman Hitu dan Wa Lina Landy meninggal saat proses penyedotan bayi yang dilakukan oleh Pihak RS Siloam. Keluarga dapat menerima luka itu karna pada proses kelahirannya sang istri dalam keadaan kritis.
Sang bayi harus menghembuskan nafas terakhir ditanggal 16 Januari 2020 saat itu waktu masih subu.
Perlu diketahui keluarga asal SBB ini, awal masuk ke RS Siloam lantaran kedua RS sebelumnya yaitu RST dan RS Bhayangkari di tolak karna alasan tidak adanya Dokter saat itu menurut penyampaian dari Keluarga.
Hingga Keluarga saat itu dalam keadaan panik memutuskan untuk dirawat ke RS Siloam, nyatanya RS yang bertaraf Internasional tersebut dibagian administrasi dengan nominal Rp.5 JT untuk lolos sebagai pasien .
Keluarga dengan kondisi ekonomi lemah ini, harus meminjam dari pihak lain untuk bisa memasukan pasien ke RS tersebut , dan alhamdulilah Wa Lina bisa masuk karna keluarga memberikan biaya administrasi kepada pihak RS.
Keesokan harinya Pihak RS meminta kembali 15 JT lebih, utk biaya Penanganan. Suami yang hanya bekerja sebagai Guru Honorer dan istri yang berstatus Ibu Rumah tangga membuat 15 JT sekian rasanya uang yang sangat banyak untuk dicari saat itu , tetapi karna dasar Cinta yang kuat seorang suami, akhirnya menyanggupi hal itu karna mempertimbangkan kondisi istri yang kritis.
Sang suami yang dibantu oleh pihak keluarga akhirnya dengan kondisi terbatas harus mencari pertolongan dari pihak-pihak yang dapat membantu saat itu, dan alhamdulilah 15 JT sekian yg harus dibayar saat itu mampu di dapatkan oleh suami dan juga keluarga hingga total pembyaran keselurhan dikisaran 20jt lebih
Berlanjut pada hari ke empat, karna melihat kondisi keluarga yang kurang mampu pihak RS Siloam memberikan kelonggaran untuk tidak membayar uang sisa sekitar 7jt-an .
Dan salah satu Dokter (Dr) RS Siloam menyarankan agar di rawat pada RSUD Haulusy Ambon karna mempertimbangkan kepemilikan RS tersebut yang adalah milik Pemerintah, disatu sisi kondisi keluarga yang kurang mampu dan standar RS Siloam yang memasang tarif besar karna berlebel RS bertaraf "internasional" membuat keadaan menjadi "dilema".
Akhir dari Kondisi itu, Keluarga mengiakan untuk dapat dirujuk ke RSUD di hari Kamis tertanggal 21 Januari 2021 pasien dirujuk ke RSUD Haulusy Ambon , dan perawatan pun berlanjut saat itu.
Sistem protap Kesehatan yang mengharuskan pasien yang tidak dapat dirawat langsung, membuat pasien harus menunggu di luar RS yang sudah diberi tenda berlogo BNPB, bahkan bukan hanya itu sistem administrasi yang belum di berikan dari Pihak Siloam ke RSUD membuat keadaan semakin runyam, Wa Lina pasien asal SBB itu harus menunggu 3 jam untuk mendapatkan perawatan.
Ditambah lagi sang suami yang masih menunggu hasil rapit saat itu keluar sekitar 20 menit, padahal 3 hari yg lalu Kasman suami dari Wa Lina ini baru dirapit dan hasilnya Negatif , ternyata setelah saya berdebat dengan Pihak RSUD, hasil rapit tersebut tidak dapat dipakai dan harus dirapit kembali.
Hasil rapit yang keluar saat itu negatif dan sang suami harus diuji lagi dengan Masalah administrasi dari RS siloam yang harus diberikan ke pihak RSUD + suami di janjikan akan mendapatkan Rujukan keterangan tidak mampu dari RS Siloam kepada RSUD Haulusy sehingga mendapatkan keringanan biaya.
Nyatanya hingga 3 jam itu semakain rumit , Pasien dan keluarga tidak mendapatkan kepastian dari RS Siloam soal surat tersebut , sang suami yang sedih hanya menunjukan Surat keterangan tidak mampu dari desa kepada saya untuk bisa dibawah dan ditunjukan kepada PIHak RSUD. (Mungkin ini adalah sisah akhir dari harapan suami kepada saya sebagai seorang jurnalis).
Saya pun berusaha dengan semampu saya untuk dapat terhubung dengan Pihak RS Siloam agar segera bisa mengurus administrasi yang belum diberikan kepada Pihak RSUD (saya juga sendiri tidak tau administrasi seperti apa yang dimaksud oleh Pihak RS Siloam dan yang meminta Yaitu RSUD Haulusy Ambon)
Dilain sisi , kondisi pasien yang lemas dan masih kritis plus kondisi tenda yang terletak diluar RS menjadi masalah tersendiri bagi kenyaman seorang pasien.
mengingat dibagian luar RS tentu ada jalan raya dimana tempat aktiftas kendaraan hilir mudik dan terdengar warga yang masih beraktiftas, menjadi ironi tersendiri bagi kondisi pasien (Wa Lina) yang butuh kenyamanan.
Akhir dari proses ini , istri dari Kasman bisa ditangani setelah melewati 3 jam yang bagi saya rumit untuk seorang pasien yang tergolong Kritis dan Kurang mampu secara finansial .
Tetapi tentu hal ini menjadi pertanyaan bagi saya yang sedikit bingung bukan hanya dari segi kenyamanan pasien saja ,tapi apakah substansi dari RS Pemerintah mementingkan soal urusan Administrasi?
dibandignkan dengan kondisi seorang pasien yang harus membutuhkan pertolongan.
Hal ini tentu harus dipikirkan kembali, dan menjadi PR bagi RS dimanapun itu berada
Terlebih lagi bagi RS Milik Pemerintah.
Sumber: Patrik Papilaya