SIARAN PERS LIGA EKSPONEN 98
TERKAIT BENCANA BANJIR KALIMANTAN SELATAN, LIGA EKSPONEN 98
MASIWANGPOS.COM, JAKARTA - Terkaitbencana banjir di Kalimantan Selatan yang terjadi baru-baru ini, Liga Eksponen 98, Berpendapat bahwa banjir tersebut terkait dengan aktivitas pertambangan dan penggundulan hutan di hulu Sungai Barito.
Tercatat, banjir itu melanda 11 dari 13 Kabupaten dan kota di Kalsel dan mengakibatkan 87 ribu jiwa mengungsi.
Peristiwa banjir itu sendiri adalah yang terparah sepanjang sejarah Kalimantan Selatan yang
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir menggenangi Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Batola.
Bencana banjir itu tak lepas dari dampak eksploitasi pertambangan batu bara dan perkebunan sawit yang tak terkendali.
Alih fungsi lahan dari Perusahaan Tambang Batubara kategori raksasa yang menguasai sejutaan hektare lahan menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Perut bumi Kalimantan khususnya Kalsel, dikeruk oleh perusahaan raksasa batubara PT. ADARO dan perusahaan lainnya.
PT. ADARO yang nota bene adalah warisan kolutif Orde Baru, saat itu menguasai lahan melalui kebijakan PKP2B (Perjanjian Kerjasama Pengusaha Pertambangan Batubara) yang sarat KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotiame).
Penyusutan hutan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir berkontribusi besar terhadap resiko banjir. Hal itu terkonfirmasi oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang menyebutkan penyempitan kawasan hutan telah menjadi pemicu meningkatkan risiko banjir di Kalsel.
Dalam kurun waktu itu saja, tutupan lahan menunjukkan bahwa tutupan lahan mengalami penyusutan sekitar 600 ribu Ha pada luas hutan primer, hutan sekunder, sawah, dan semak belukar. Masing-masing 13 ribu hektare (ha), 116 ribu ha, 146 ribu ha, dan 47 ribu ha serta ditambah luasan perkebunan bertambah hingga 219 ribu ha.
Laju perusakan lingkungan di Kalimantan, khususnya Kalsel tidak bisa dibiarkan dan didiamkan oleh siapapun. Jika kita menutup mata, maka bencana yang lebih besar lagi akan menjadi keniscayaan.
ADARO dan perusahaan lainnya harus dihentikan dan dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang diciptakannya di atas Bumi Borneo.
Pemerintahan Joko Widodo harus mau mendengarkan jeritan penderitaan rakyat Kalimantan. Presiden harus bisa mencermati suara-suara para pegiat dan pemerhati lingkungan dan semua pihak yang tidak menginginkan Kalimantan sirna menjadi lautan.
Pemerintah harus berani mengambil sikap serta mengevaluasi bahkan menghentikan dan mencabut perijinan PT. ADARO dan lainnya yang sarat penyimpangan warisan masa lalu.
Jangan karena PT. ADARO adalah milik keluarga besar Erick Tohir yang merupakan Menteri BUMN saat ini, sehingga cenderung melindunginya.
Bahkan lebih celaka lagi jika memobilisasi lembaga otoritas lingkungan (KLKH) dan lembaga otoritas hukum (Bareskrim Polri) untuk menjustifikasi faktor alam penyebab bencana banjir. Itu sama saja membiarkan mereka bebas mengeruk keuntungan atas penderitaan rakyat di Kalimantan.
Untuk hal itu, Liga Eksponen '98 menyatakan:
1. Sangat prihatin atas kejadian bencana banjir yang menenggelamkan nyaris seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan.
2. Mendesak Pemerintahan Presiden Joko Widodo Menghentikan dan mencabut segala perijinan tambang PT. ADARO dan perusahaan yang beroperasi di Kalsel yang dikeluarkan atas dasar Perjanjian Kerjasama Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B).
3. Mendesak dilakukannya proses hukum kepada manajemen maupun pemilik PT. ADARO atau anak perusahaannya serta perusahaan lainnya atas dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerusakan lingkungan pemicu bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan.
4. Mendesak pemerintah menyita aset dan kekayaan PT. ADARO dan sejumlah perusahaan tambang batubara edisi PKP2B serta sejumlah perusahaan sawit untuk melakukan rehabilitasi serta pemulihan dampak banjir di Kalimantan Selatan.